Wednesday, March 30, 2011

Perbandingan 3 Motor Matic

1. Yamaha Mio
Yamaha Mio

Bisa dibilang Mio merupakan bintangnya motor matik di Indonesia. Bagaimana tidak sejak peluncurannya hingga saat ini, penjualan Mio mampu mendongkrak share penjualan Yamaha. Kehadirannya bahkan membuat sang kakak alias Nouvo menjadi kalah populer. Lucunya, meski diperuntukkan untuk kaum hawa, Mio terbukti laris manis dibeli para pejantan tangguh. Kalau mau jujur, Mio berhasil mengedukasi pasar dan membenamkan image bahwa motor matik oke-oke saja digunakan untuk aktivitas sehari-hari.

Kalaupun ada yang kurang dari sosok Mio adalah faktor tangki bahan bakar yang imut, sehingga membuatnya harus sering mampir ke pompa bensin. Kapasitas tangki Mio menurut buku manual ''cuma'' 3,7 liter — sama dengan bebek Honda. Masalahnya, motor matik cenderung boros karena membutuhkan putaran mesin yang cukup tinggi agar motor bisa bergerak — lebih tinggi dari motor bebek dan motor sport. Selain itu, penyakit bawaan Mio adalah bunyi tikus di sektor roda belakang.
Dari sisi mesin, Mio tidak menyodorkan sesuatu yang baru. Mio dikemas Yamaha dengan harga yang relatif terjangkau — masih di bawah bebek. Dilempar dengan dua varian pada umumnya: spoke wheel dan CW. Berhubung Mio memang si pelopor, wajar bila aksesori dan spare parts-nya bejibun di pasaran. Termasuk racing parts dan pola modifikasi yang bisa diterapkan konsumen pada Mio kesayangannya. Apalagi Yamaha pun membuka kontes modifikasi yang bikin Mio tambah banyak variasi modifikasinya. Dari sisi bengkel, mekanik Yamaha sudah duluan mengenal teknologi CVT sehingga tak perlu khawatir motor ini tidak bisa ''diurus'' oleh bengkel.

2. Honda Vario

Honda VarioYang satu ini sangat-sangat diwaspadai oleh Yamaha. Maklum, Vario memiliki segalanya untuk meluluhlantakkan dominasi Mio di pasar. Mengusung mesin tipe baru dengan radiator, namun memiliki cc yang lebih kecil di bawah Mio (108 cc). Dengan segala fitur baru yang ditawarkan plus nama besar Honda, pesona produk matik keluaran Honda ini membuatnya ngetop bahkan sebelum motor ini nampak wujudnya di Tanah Air. "Rasa Mio" sangat kental di Honda Vario ini, tetapi ada beberapa tambahan yang merupakan ciri khas Honda disertakan dalam produk matiknya yang pertama di Indonesia ini.

Dari sisi mesin, calon pembeli mesti waspada. Kendati nama besar, jaringan servis Honda tidak perlu diragukan, banyak pengalaman yang tidak mengenakkan setiap kali pabrikan me-launching motor dengan teknologi mesin baru. Ingat kasus MX? Ingat kasus Karisma? Di mana Honda merombak teknologinya dengan meluncurkan Karisma, seketika itu juga komplain bermunculan. Plus satu lagi, teknologi pendingin menggunakan radiator. Terima kasih kepada Yamaha yang sudah membuat konsumen panas-dingin dengan kasus tercampurnya oli dengan air radiator di MX. Waspada.

Diprediksikan nama besar Honda mampu melenyapkan image bahwa motor matik boros bahan bakar. Apalagi dengan cc mesin yang lebih kecil dari Mio, tampaknya Honda memang mengejar irit. Sayangnya, irit tidak lagi irit bila mengingat Honda Vario mengusung mesin baru dengan radiator. Penambahan fitur radiator memang hi-tech, tetapi sekaligus membuat ongkos perawatannya pun bertambah. Belum lagi, Honda terkenal dengan banyak kasus kelangkaan spareparts di pasar (NSR, Tiger, Karisma, Sonic). Hal yang kerap membuat konsumen frustrasi.

Dari sisi kesiapan mekanik, memang tidak perlu ragu. Dengan segala sumber daya yang dimiliki Honda, sanggup membuat mekanik di seluruh jaringan servisnya bisa menangani motor matik. Harga jual Honda memang tidak murah dan paling tinggi di antara pabrikan Jepang lainnya. Vario harganya hampir setara dengan motor bebek. Hal ini tentu bisa menjadi faktor penghambat penjualan Vario nantinya karena dianggap terlalu mahal. Pun begitu, nama besar Honda lagi-lagi sanggup menghipnotis konsumen sehingga label harga berapa pun asal ada logo sayap kepak, tentu bukan masalah.

3. Suzuki Spin

Suzuki Spin, standar, belum modifikasiDibanding kedua kompetitornya, keunggulan Spin cuma satu, kapasitas paling besar 125 cc. Lainnya tergolong biasa saja. Bentuknya juga lebih condong ke Mio. Dengan kapasitas 110 cc saja matik sudah terasa boros bila dibanding bebek, bagaimana bila 125 cc? Ini bisa jadi kelemahan sekaligus keuntungan Spin. Penggila kecepatan, tentu akan memilih Spin yang memiliki kapasitas terbesar.

Poin plus ada di masa servis yang ditawarkan Suzuki, tiga tahun free service dan ganti oli. Ini sangat menguntungkan di masa sulit seperti ini. Belum lagi soal servis dan garansi, Suzuki yang paling andal dari dulu. Berani sekali dan jadi pelopor di antara kompetitor lainnya. Jadi jika konsumen membeli Spin, tidak usah pusing memikirkan servisnya. Apalagi teknologi mesin Step masih sebelas dua belas dengan Shogun 125 series/Arashi seperti layaknya Mio dengan Vega series/Jupiter series. Tidak menggunakan radiator. Simpel.
Sumber : http://otocontest.com

Monday, March 21, 2011

Mekanika fluida


Efek Bernoulli dalam mekanika fluida
Mekanika fluida adalah subdisiplin dari mekanika kontinum yang mempelajari fluida (yang dapat berupa cairan dan gas). Mekanika fluida dapat dibagi menjadi fluida statik dan fluida dinamik. Fluida statis mempelajari fluida pada keadaan diam sementara fluida dinamis mempelajari fluida yang bergerak.

Hubungan dengan mekanika kontinum

Mekanika fluida biasanya dianggap subdisiplin dari mekanika kontinum, seperti yang diilustrasikan pada tabel berikut.
Mekanika kontinum: studi fisika dari material kontinu Mekanika solid: studi fisika dari material kontinu dengan bentuk tertentu. Elastisitas: menjelaskan material yang kembali ke bentuk awal setelah diberi tegangan.
Plastisitas: menjelaskan material yang secara permanen terdeformasi setelah diberi tegangan dengan besar tertentu. Reologi: studi material yang memiliki karakteristik solid dan fluida.
Mekanika fluida: studi fisika dari material kontinu yang bentuknya mengikuti bentuk wadahnya. Fluida non-Newtonian
Fluida Newtonian
Dalam pandangan secara mekanis, sebuah fluida adalah suatu substansi yang tidak mampu menahan tekanan tangensial. Hal ini menyebabkan fluida pada keadaan diamnya berbentuk mengikuti bentuk wadahnya.

Asumsi Dasar

Seperti halnya model matematika pada umumnya, mekanika fluida membuat beberapa asumsi dasar berkaitan dengan studi yang dilakukan. Asumsi-asumsi ini kemudian diterjemahkan ke dalam persamaan-persamaan matematis yang harus dipenuhi bila asumsi-asumsi yang telah dibuat berlaku.
Mekanika fluida mengasumsikan bahwa semua fluida mengikuti:
Kadang, akan lebih bermanfaat (dan realistis) bila diasumsikan suatu fluida bersifat inkompresibel. Maksudnya adalah densitas dari fluida tidak berubah ketika diberi tekanan. Cairan kadang-kadang dapat dimodelkan sebagai fluida inkompresibel sementara semua gas tidak bisa.
Selain itu, kadang-kadang viskositas dari suatu fluida dapat diasumsikan bernilai nol (fluida tidak viskos). Terkadang gas juga dapat diasumsikan bersifat tidak viskos. Jika suatu fluida bersifat viskos dan alirannya ditampung dalam suatu cara (seperti dalam pipa), maka aliran pada batas sistemnya mempunyai kecepatan nol. Untuk fluida yang viskos, jika batas sistemnya tidak berpori, maka gaya geser antara fluida dengan batas sistem akan memberikan resultan kecepatan nol pada batas fluida.

Hipotesis kontinum

Fluida disusun oleh molekul-molekul yang bertabrakan satu sama lain. Namun demikian, asumsi kontinum menganggap fluida bersifat kontinu. Dengan kata lain, properti seperti densitas, tekanan, temperatur, dan kecepatan dianggap terdefinisi pada titik-titik yang sangat kecil yang mendefinisikan REV (‘’Reference Element of Volume’’) pada orde geometris jarak antara molekul-molekul yang berlawanan di fluida. Properti tiap titik diasumsikan berbeda dan dirata-ratakan dalam REV. Dengan cara ini, kenyataan bahwa fluida terdiri dari molekul diskrit diabaikan.
Hipotesis kontinum pada dasarnya hanyalah pendekatan. Sebagai akibatnya, asumsi hipotesis kontinum dapat memberikan hasil dengan tingkat akurasi yang tidak diinginkan. Namun demikian, bila kondisi benar, hipotesis kontinum menghasilkan hasil yang sangat akurat.
Masalah akurasi ini biasa dipecahkan menggunakan mekanika statistik. Untuk menentukan perlu menggunakan dinamika fluida konvensial atau mekanika statistik, angka Knudsen permasalahan harus dievaluasi. Angka Knudsen didefinisikan sebagai rasio dari rata-rata panjang jalur bebas molekular terhadap suatu skala panjang fisik representatif tertentu. Skala panjang ini dapat berupa radius suatu benda dalam suatu fluida. Secara sederhana, angka Knudsen adalah berapa kali panjang diameter suatu partikel akan bergerak sebelum menabrak partikel lain.

Persamaan Navier-Stokes

Persamaan Navier-Stokes (dinamakan dari Claude-Louis Navier dan George Gabriel Stokes) adalah serangkaian persamaan yang menjelaskan pergerakan dari suatu fluida seperti cairan dan gas. Persamaan-persamaan ini menyatakan bahwa perubahan dalam momentum (percepatan) partikel-partikel fluida bergantung hanya kepada gaya viskos internal (mirip dengan gaya friksi) dan gaya viskos tekanan eksternal yang bekerja pada fluida. Oleh karena itu, persamaan Navier-Stokes menjelaskan kesetimbangan gaya-gaya yang bekerja pada fluida.
Persamaan Navier-Stokes memiliki bentuk persamaan diferensial yang menerangkan pergerakan dari suatu fluida. Persaman seperti ini menggambarkan hubungan laju perubahan suatu variabel terhadap variabel lain. Sebagai contoh, persamaan Navier-Stokes untuk suatu fluida ideal dengan viskositas bernilai nol akan menghasilkan hubungan yang proposional antara percepatan (laju perubahan kecepatan) dan derivatif tekanan internal.
Untuk mendapatkan hasil dari suatu permasalahan fisika menggunakan persamaan Navier-Stokes, perlu digunakan ilmu kalkulus. Secara praktis, hanya kasus-kasus aliran sederhana yang dapat dipecahkan dengan cara ini. Kasus-kasus ini biasanya melibatkan aliran non-turbulen dan tunak (aliran yang tidak berubah terhadap waktu) yang memiliki nilai bilangan Reynold kecil.
Untuk kasus-kasus yang kompleks, seperti sistem udara global seperti El Niño atau daya angkat udara pada sayap, penyelesaian persamaan Navier-Stokes hingga saat ini hanya mampu diperoleh dengan bantuan komputer. Kasus-kasus mekanika fluida yang membutuhkan penyelesaian berbantuan komputer dipelajari dalam bidang ilmu tersendiri yaitu mekanika fluida komputasional

Bentuk umum persamaan

Bentuk umum persamaan Navier-Stokes untuk kekekalan momentum adalah :
\rho\frac{D\mathbf{v}}{D t} = \nabla \cdot\mathbb{P} + \rho\mathbf{f}
di mana
  • ρ adalah densitas fluida,
\frac{D}{D t} adalah derivatif substantif (dikenal juga dengan istilah derivatif dari material)
  • \mathbf{v} adalah vektor kecepatan,
  • f adalah vektor gaya benda, dan
  • \mathbb{P} adalah tensor yang menyatakan gaya-gaya permukaan yang bekerja pada partikel fluida.
\mathbb{P} adalah tensor yang simetris kecuali bila fluida tersusun dari derajat kebebasan yang berputar seperti vorteks. Secara umum, (dalam tiga dimensi) \mathbb{P} memiliki bentuk persamaan:
\mathbb{P} = \begin{pmatrix}\sigma_{xx} &  \tau_{xy} & \tau_{xz} \\\tau_{yx} &  \sigma_{yy} & \tau_{yz} \\\tau_{zx} &  \tau_{zy} & \sigma_{zz}\end{pmatrix}
di mana
  • σ adalah tegangan normal, dan
  • τ adalah tegangan tangensial (tegangan geser).
Persamaan di atas sebenarnya merupakan sekumpulan tiga persamaan, satu persamaan untuk tiap dimensi. Dengan persamaan ini saja, masih belum memadai untuk menghasilkan hasil penyelesaian masalah. Persamaan yang dapat diselesaikan diperoleh dengan menambahkan persamaan kekekalan massa dan batas-batas kondisi ke dalam persamaan di atas.

Fluida Newtonian vs. non-Newtonian

Sebuah Fluida Newtonian (dinamakan dari Isaac Newton) didefinisikan sebagai fluida yang tegangan gesernya berbanding lurus secara linier dengan gradien kecepatan pada arah tegak lurus dengan bidang geser. Definisi ini memiliki arti bahwa fluida newtonian akan mengalir terus tanpa dipengaruhi gaya-gaya yang bekerja pada fluida. Sebagai contoh, air adalah fluida Newtonian karena air memiliki properti fluida sekalipun pada keadaan diaduk.
Sebaliknya, bila fluida non-Newtonian diaduk, akan tersisa suatu "lubang". Lubang ini akan terisi seiring dengan berjalannya waktu. Sifat seperti ini dapat teramati pada material-material seperti puding. Peristiwa lain yang terjadi saat fluida non-Newtonian diaduk adalah penurunan viskositas yang menyebabkan fluida tampak "lebih tipis" (dapat dilihat pada cat). Ada banyak tipe fluida non-Newtonian yang kesemuanya memiliki properti tertentu yang berubah pada keadaan tertentu.

Persamaan pada fluida Newtonian

Konstanta yang menghubungkan tegangan geser dan gradien kecepatan secara linier dikenal dengan istilah viskositas. Persamaan yang menggambarkan perlakuan fluida Newtonian adalah:
\tau=\mu\frac{dv}{dx}
di mana
τ adalah tegangan geser yang dihasilkan oleh fluida
μ adalah viskositas fluida-sebuah konstanta proporsionalitas
\frac{dv}{dx} adalah gradien kecepatan yang tegak lurus dengan arah geseran
Viskositas pada fluida Newtonian secara definisi hanya bergantung pada temperatur dan tekanan dan tidak bergantung pada gaya-gaya yang bekerja pada fluida. Jika fluida bersifat inkompresibel dan viskositas bernilai tetap di seluruh bagian fluida, persamaan yang menggambarkan tegangan geser (dalam koordinat kartesian) adalah
\tau_{ij}=\mu\left(\frac{\partial v_i}{\partial x_j}+\frac{\partial v_j}{\partial x_i} \right)
di mana
τij adalah tegangan geser pada bidang ith dengan arah jth
vi adalah kecepatan pada arah ith
xj adalah koordinat berarah jth
Jika suatu fluida tidak memenuhi hubungan ini, fluida ini disebut fluida non-Newtonian.

Welding

Pengelasan adalah suatu proses penyambungan logam dimana logam menjadi satu akibat panas dengan atau tanpa tekanan, atau dapat didefinisikan sebagai akibat dari metalurgi yang ditimbulkan oleh gaya tarik menarik antara atom. Sebelum atom-atom tersebut membentuk ikatan, permukaan yang akan menjadi satu perlu bebas dari gas yang terserap atau oksida-oksida.
Bila permukaan yang rata dan bersih ditekan, beberapa kristal akan tertekan dan bersinggungan. Bila tekanan diperbesar daerah singgungan ini bertambah luas. Lapisan oksida yang luas, rapuh, pecah logam mengalami deformasi plastis.Batas antara dua permukaan kristal dapat menjadi satu dan terjadilah sambungan yang disebut pengelasan dingin.
Ada empat cara yang dapat ditempuh untuk memanaskan logam pada penyambungan, yaitu :
1.      Pencelupan benda yang akan disambung dalam logam pengisi atau fluks cair. Bila dicelupkan dalam fluks cair dalam suhu yang cukup tinggi untuk mencairkan logam pengisi, benda-benda yang akan disambung harus dijepit dengan jig dan sela sudah terisi paduan patri.
2.      Mematri dengan menggunakan dapur, disini benda dijepit dan dimasukkan dalam dapur dengan lingkungan yang terkendali pada suhu pencairan logam patri. Pemanasan dapur dapat dengan listrik atau gas, dapur satuan atau kontinu.
3.      Mematri dengan nyala, adalah sama dengan pengelasan oksiasitelin. Panas berasal dari nyala oksiasitelin atau oksihidrogen  dan logam pengisi dalam bentuk kawat dicairkan pada celah sambungan. Fluks ditambahkan dengan cara mencelupkan kawatnya.
4.      Pada patri listrik panas berasal dari tahanan induksi atau busur.


Sambungan las
Agar sambungan las cukup kuat, sambungan tersebut harus dirancang sesuai cara penggunaannya. Sambungan-sambungan tersebut, seperti sambungan tumpul dapat dibagi lagi sesuai dengan ketebalan bahan yang akan disambung. Sambungan untuk las tempa berbeda dalam cara-cara persiapannya, sehingga tidak serupa dengan sambungan yang telah digambarkan. Sambungan tumpang dan las tumpul biasanya digunakan pada pengelasan resistensi.

Proses pengelasan
Berbagai proses pengelasan telah dikembangkan, tergantung pada cara pemanasan dan peralatan yang digunakan., proses pengelasan yaitu :
I.             Pengelasan patri
1)      Nyala             
2)      Celup
3)      Tahanan
4)      Infra merah
5)      Dapur
6)      Induksi
II.          Pengelasan Tempa
1)      Dikerjakan dengan tangan
2)      Dikerjakan dengan mesin
-          Rol
-          Pukul
-          Die
III.       Pengelasan gas
1)      Udara-asitelin
2)      Oksiasitelin
3)      Oksihidrogen
4)      Tekanan
VII.   Berkas elektron
VIII.  Pengelasan laser
IX.  Pengelasan gesekan
X.     Pengelasan termit
1.      Tekanan
2        Tanpa tekanan
XI.  Pengelasan alir
XII  Pengelasan dingin
1.      Tekanan
2.      Ultrasonik
XIII.Pengelasan letup
IV.       Pengelasan tahanan
1.      Titik
2.      Kampuh
3.      Proyeksi
4.      Tumpu
5.      Nyala
6.      Perkussion
V.          Pengelasan induksi
·         Frekuensi tinggi
VI.       Pengelasan Busur
1.      Elektroda karbon
-          Terlindung
-          Tanpa lindungan
2.      Elektroda logam
·         Terlindung
a.       Busur terlindung
b.      Titik busur
c.       Hidrogen atom
d.      Gas inert
e.       Busur terendam
f.       Lantak
g.      Terak elektro
·         Tanpa lindungan
a.       Logam polos
b.      Lantak





ELEKTRODA
Dikenal tiga jenis elektroda logam, yaitu elektroda polos, elektroda fluks, elektroda lapis tebal.
Elektroda polos terbatas penggunaannya, antara lain untuk besi tempa ddan baja lunak. Biasanya digunakan polaritas langsung. Elektroda fluks dilapisi terak dan fluks digunakan pada pengelasan logam dan paduan bukan besi.
Lapisan fluks mempunyai fungsi yaitu :
1.      Membentuk lingkungan pelindung,
2.      Membentuk terak dengan sifat tertentu.
3.      Memungkinkan pengelasan atas kepala dan tegak lurus.
4.      Menstabilkan busur.
5.      Menambah unsur paduan pada logam induk.
6.      Memurnikan logam secara metalurgi.
7.      Mengurangi cipratan logam pengisi.
8.      Meningkatkan efisiensi pengendapan.
9.      Menghilangkan oksida dan ketidakmurnian.
10.  Mempengaruhi kedalamam penetrasi busur.
11.  Mempengaruhi bentuk manik.
12.  Memperlambat kecepatan pendinginan sambungan las.
13.  Menambah lapisan logam las yang berasal dari serbuk logam dalam lapisan pelindung.
Elektroda lapis tebal adalah elektroda yang mempunyai lapisan tebal dan kandungan serbuk logam yang tinggi cocok untuk pengelasan teknik kontak atau belah.


TEKNIK PENGELASAN
Posisi pengelasan atau sikap pengelasan adalah pengaturan posisi dan gerakan arah dari pada elektroda sewaktu mengelas. Adapun pisisi mengelas terdiri dari empat macam yaitu:
1.            Posisi di Bawah Tangan
Posisi di bawah tangan yaitu suatu cara pengelasan yang dilakukan pada permukaan rata/datar dan dilakukan dibawah tangan. Kemiringan elektroda las sekitar 10º - 20º terhada garis vertikal  dan 70º - 80º terhadap benda kerja.
2.            Posisi Tegak (Vertikal)
  Mengelas posisi tegak adalah apabila dilakukan arah pengelasannya keatas atau kebawah. Pengelasan ini termasuk pengelasan yang paling sulit karena bahan cair yang mengalir atau menumpuk diarah bawah dapat diperkecil dengan kemiringan elektroda  sekitar 10º - 15º terhada garis vertikal  dan 70º - 85º terhadap benda kerja.
3.            Posisi Datar (Horisontal)
Mengelas dengan horisontal biasa disebut juga mengelas merata dimana kedudukan benda kerja dibuat tegak dan arah elektroda mengikuti horisontal. Sewaktu mengelas elektroda dibuat miring sekitar 5º - 10º terhada garis vertikal  dan 70º - 80º kearah benda kerja.
4.            Posisi di Atas Kepala (Over Head)
Posisi pengelasan ini sangat sukar dan berbahaya karena bahan cair banyak berjatuhan dapat mengenai juru las, oleh karena itu diperlukan perlengkapan yang serba lengkap antara lain: Baju las, sarung tangan, sepatu kulit dan sebagainya. Mengelas dengan posisi ini benda kerja terletak pada bagian atas juru las dan kedudukan elektroda sekitar 5º - 20º terhada garis vertikal  dan 75º - 85º terhadap benda kerja.

BAGIAN –BAGIAN MESIN

1.      Tombol pemutar berfungsi untuk menghidupkan mesin las (transformator)
2.      Lampu sinyal sebagai indilator apakah mesin sudah berfungsi atau tidak.
3.      Pengatur arus berfungsi mengatur besarnya kuat arus yang diijinkan.
4.      Kutub +  sebagai sumber arus positif.
5.      Kutub –  sebagai sumber arus negatif.
6.      Penjepit benda kerja berfungsi untuk menjepit benda kerja yang akan dilas.
7.      Penjepit elektroda berfungsi  menjepit elektroda yang digunakan sebagai logam pengisi.
8.   Klem tiga fase berfungsi untuk pengaturan arus jauh dari mesin las  

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengelasan

1.      Tegangan busur las
Tingginya tegangan busur las tergantung pada busur yang dikehendaki dan jenis dari elektroda yang digunakan. Panjang busur yang dianggap baik kira-kira sama dengan garis tengah elektroda.
  1. Besar arus listrik
Besarnya arus listrik yang digunakan tergantung dari bahan dan ukuran las, geometri sambungan, posisi pengelasan, jenis elektroda, dan diameter elektroda
  1. Polaritas listrik
Pemilihan polaritas ini tergantung dari bahan pembungkus elektroda, kondisi thermal dan bahan induk kapasitas. Sambungan las yang dikenal ada dua macam sambungan yaitu :
    1. Polaritas langsung (slight polarity), kutub positif dihubungkan dengan benda benda kerja dan kutub negatifnya ke elektroda.
    2. Polaritas terbalik (divers polarity), merupakan kebalikan dari polaritas langsung.
  1. Besarnya penembusan dan penetrasi
Untuk mendapatkan sambungan las yang tinggi dapat diperhatikan penetrasi  dan penembusan yang cukup pada dasarnya. Makin besar arus las makin besar pula daya tembusnya.Adapun gerak mengelas yang baik adalah :
1.      menarik busur dimana elektroda diletakkan, benda kerja kemudian ditarik.
2.      Gerak mengarah, kerja pada pengelasan jika sambungan las ini lebih besar atau lebar daripada massa, maka elektrodanya perlu digerakkan dengan sedikit mengayun bolak-balik untuk melebarkan cairan itu.
3.      Gerakan menyatu, dimana pemegang karet elektroda digerakkan menyatu dengan kecepatan menurun.
  1. Beberapa kondisi standar dalam pengelasan dengan syarat-syarat tertentu seperti tebal plat, bentuk sambungan, jenis elektroda, diameter intielektroda dan lain sebagainya.




Komponen Komponen Pokok Refrigerasi

Operasi refrigerasi butuh suatu mesin yang disebut dengan refrigerator. Refrigerator merupakan kumpulan serangkaian peralatan, seperti:
1. Kompressor.
2. Kondensor.
3. Akumulator.
4. Mesin ekspansi / katup ekspansi.
5. Evaporator.

1. Kompressor
Kompressor adalah alat yang digunakan untuk menghisap uap refrigerant dan mengkompresinya sehingga tekanan uap refrigerant naik sampai ke tekanan yang diperlukan untuk pengembunan (kondensasi) uap regrigerant di dalam kondensor.

Kompressor ini digerakkan oleh sumber tenaga dari mesin penggerak, seperti:
• Motor listrik
• Motor bakar
• Diesel
• Mesin uap
• Turbin gas
Pada kompressor, berlaku persamaan neraca energi;

Karena kompressi, fluida kerja (uap refrigerant) terkompressi menjadi naik entalpinya (H2 > H ), sehingga dapat dikatakan energi dari sumber digunakan untuk menaikkan entalpi fluida kerja.

2. Kondensor
Kondensor merupakan alat penukar panas yang berguna untuk mendinginkan uap refrigerant dari kompressor agar dapat mengembun menjadi cairan. Pada saat pengembunan ini, refrigerant mengeluarkan sejumlah kalori (panas pengembunan) yang mana panas ini diterima oleh media pendingin di dalam kondensor.

3. Akumulator
Merupakan alat yang berguna untuk mengumpulkan cairan refrigerant yang berasal dari kondensor. Dengan adanya alat ini akan memudahkan pengaturan stock dari total refrigerant.

4. Mesin Ekspansi atau Katup Ekspansi
Mesin atau katup ekspansi ini berfungsi untuk menurunkan tekanan dari cairan refrigerant sebelum masuk ke evaporator, sehingga akan memudahkan refrigerant menguap di evaporator dan menyerap kalori (panas) dari media yang didinginkan.

5. Evaporator
Juga merupakan alat penukar panas. Refrigerant cair dengan tekanan rendah setelah proses ekspansi, diuapkan dalam alat ini. Untuk penguapan refrigerant cair ini tentunya diperlukan sejumlah kalori, yang mana diambil dari media yang akan didinginkan oleh sistem refrigerasi. Misalnya pada mesin Air Conditioning (AC), media yang didinginkan adalah udara di dalam ruangan (kamar). Begitu pula pada kulkas, media yang didinginkan adalah ruangan dalam kulkas dan segala sesuatu yang berada dalam kulkas. Uap refrigerant yang terbentuk di evaporator langsung dihisap oleh kompressor, demikian seterusnya mengulangi langkah pertama tadi sehingga membentuk suatu siklus, yang disebut dengan siklus refrigerasi.

Pengkondisian Udara (AC) (2)

Artikel Iptek - Bidang Energi dan Sumber Daya Alam
Bagian pertama tulisan ini telah menyajikan konsep dasar teknologi refrigerasi dan tiga permasalahan yang memberikan arah perkembangan dunia refrigerasi modern, yakni krisis energi, lubang ozon, dan pemanasan global. Bagian kedua ini memberikan ulasan perkembangan sistem pengkondisian udara untuk menjawab tantangan di atas.
Beberapa perbaikan sistem refrigerasi guna penghematan energi adalah sebagai berikut:

A. Pengkondisian udara sistem variable air volume (VAV)

Sistem ini merupakan perbaikan dari constant air volume (CAV) yang banyak digunakan sebelum dunia dilanda krisis energi pada tahun 1973 (Stein, 1997). Sistem CAV menggunakan saluran udara (duct) tunggal untuk mengalirkan udara dingin ke seluruh ruangan. Untuk menyediakan kebutuhan pendinginan yang maksimal, temperatur udara diset sangat rendah; selanjutnya di setiap ruangan disediakan sistem pemanas-ulang (reheater) guna mengatur temperatur udara sesuai dengan kebutuhan. Sumber pemborosan energi pada sistem CAV disebabkan oleh tiga hal:(1) Sangat rendahnya set temperatur udara dingin untuk seluruh ruangan,(2) Energi yang diperlukan untuk memanaskan ulang udara yang memasuki ruangan, dan(3) Energi yang diperlukan oleh fan elektrik dan efeknya terhadap udara dingin (fan elektrik memberikan beban panas pada udara dingin).

Sistem VAV melakukan pengaturan volume udara yang disuplai ke setiap ruang secara otomatis. Volume udara yang masuk ke setiap ruang disesuaikan dengan besarnya beban pendinginan (cooling load) yang ada di masing-masing ruangan. Sebuah kotak pengontrol yang bekerja berdasarkan informasi temperatur ruangan (thermostatically-control box) mengatur volume udara yang masuk ke dalam ruangan disesuaikan dengan kebutuhan. Dengan demikian, sistem VAV mengalirkan udara pendingin sesuai dengan kebutuhan ruangan; berbeda dengan sistem CAV yang mensuplai pendinginan maksimal dan seragam untuk kemudian dipanaskan ulang di sebagian ruangan. Kampus National Institute of Education Singapura baru-baru ini mendapatkan penghargaan dari ASHRAE (American Society of Heating, Refrigeration, and Air Conditioning Engineers) berkenaan dengan penghematan energi pada kampus tersebut yang salah satunya merupakan hasil penerapan sistem VAV (ASHRAE, 2006).

B. Mesin refrigerasi dengan pendingin air

Air memiliki kapasitas termal yang lebih tinggi dibandingkan dengan udara; salah satunya karena densitas air lebih tinggi daripada udara. Ini berarti untuk volume yang sama, air mampu mentransportasikan panas lebih besar dibandingkan dengan udara. Apalagi temperatur air umumnya lebih rendah dibandingkan udara. Kedua keuntungan tersebut bisa meningkatkan efisiensi mesin pendingin bila air dipergunakan sebagai pendingin kondensor. Yik dkk (2001) mengungkapkan bahwa di Hongkong, mesin refrigerasi yang menggunakan pendingin udara memiliki COP (Coefficient of Performance) sebesar 2.6 - 2.9; sedangkan mesin yang menggunakan pendingin air bisa memiliki COP hingga 4 - 5.

Menara pendingin (cooling tower) adalah alat yang umum digunakan untuk mendinginkan air yang telah digunakan pada pendinginan kondensor. Sentuhan air dan udara serta evaporasi air di dalam menara pendingin akan menurunkan temperatur air yang selanjutnya kembali disirkulasikan ke kondensor mesin refrigerasi. Air penambah (make up water) digunakan untuk mengganti sejumlah air yang menguap selama proses pendinginan di dalam menara pendingin. Selain menggunakan menara pendingin, kondensor mesin refrigerasi bisa juga didinginkan menggunakan air dari sungai, danau, ataupun laut. Yik dkk (2001) memprediksikan dari perhitungannya bahwa pendinginan menggunakan air laut secara langsung pada kondensor akan meningkatkan COP mesin refrigerasi dibandingkan menggunakan menara pendingin.

C. Refrigerasi tak langsung (indirect refrigeration)

Pada sistem ini, panas yang didapat dari beban pendinginan dipindahkan ke fluida sekunder (secondary fluid). Fluida ini selanjutnya akan mempertukarkan panasnya melalui penukar kalor yang menghubungkannya dengan refrigeran di mesin refrigerasi. Beberapa peneliti (Kruse, 2000; Dunn, 2005) mengemukakan bahwa sistem tak langsung mengkonsumsi lebih banyak energi dibandingkan dengan sistem langsung (direct expansion - DX). Hal ini disebabkan karena energi tambahan yang diperlukan guna mensirkulasikan fluida sekunder dan lebih rendahnya temperatur evaporator pada mesin refrigerasi akibat pertukaran panas yang tidak langsung. Pada beberapa aplikasi sistem tak langsung, pemanas ulang (reheater) dipergunakan untuk menyesuaikan temperatur udara dengan kebutuhan; hal ini turut menyumbang besarnya konsumsi energi refrigerasi sistem tak langsung (Dunn, 2005). Skema sistem refrigerasi tak langsung bisa dilihat di Gambar 3.

Dapat dilihat di Gambar 3, fluida sekunder akan mempertukarkan panasnya dengan refrigeran di dalam evaporator. Fluida sekunder selanjutnya akan mengalir menuju Fan Coil Units (FCUs) yang berfungsi untuk mengkondisikan udara di setiap ruangan. Pompa diperlukan untuk mengalirkan fluida sekunder dari FCUs ke mesin refrigerasi dan sebaliknya. Selain menggunakan FCUs, fluida sekunder bisa juga dipergunakan untuk mendinginkan udara di Air Handling Unit (AHU) untuk selanjutnya udara dingin dari AHU ditransportasikan ke setiap ruangan menggunakan saluran udara (duct). Namun perlu diperhatikan bahwa ada beberapa kerugian dalam transportasi udara dingin dibandingkan dengan cairan dingin. Hal ini akan dibahas pada sub-bab selanjutnya.

Gambar 3 Sistem refrigerasi tak langsung


Dibandingkan dengan sistem DX, refrigerasi tak langsung memerlukan jumlah refrigeran yang jauh lebih kecil. Sebagai contoh, bila untuk mengatasi beban pendinginan pada rata-rata supermarket, sistem DX memerlukan refrigeran sebanyak 500 - 1,000 kg, maka sistem refrigerasi tak langsung bisa bekerja hanya dengan 25 - 50 kg refrigeran. Transportasi energi pada loop sekunder bisa menggunakan berbagai fluida yang tidak berbahaya bagi lingkungan, seperti air. Dengan demikian, sistem refrigerasi tak langsung memiliki total equivalent warming impact (TEWI) yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan sistem DX (Kruse, 2000). TEWI merupakan penjumlahan warming impact akibat emisi refrigeran dan pembangkitan energi untuk menjalankan sistem refrigeasi. Menilik karakteristiknya, sistem tak langsung ini cocok dipergunakan untuk mesin refrigerasi yang menggunakan refrigeran ammonia dan hidrokarbon - yang masing-masing karena sifat racun (toxicity) dan keterbakarannya (flammability) menjadikan kedua jenis refrigeran alami (natural) tersebut belum dipergunakan secara luas di ruang publik (public space). Dengan menggunakan sistem tak langsung, refrigeran ammonia atau hidrokarbon hanya disirkulasikan pada mesin refrigerasi utama, sedangkan fluida sekunder yang aman, seperti air atau sluri es, akan mendinginkan udara di setiap ruangan.


Sistem Hidronik


Sistem hidronik adalah jenis refrigerasi tak langsung yang fluida sekundernya (cairan) ditransportasikan hingga mencapai koil pendingin di setiap ruangan. Hal ini berbeda dengan sistem transportasi udara yang menggunakan AHU. Pada sistem CAV, misalnya, udara yand telah dikondisikan dialirkan melalui saluran udara (duct) dengan bantuan fan elektrik. Kerja yang dilakukan fan elektrik terhadap udara dingin ini sebenarnya memberikan beban panas. Usibelli dkk (Feutsel dan Stetiu, 1995) menyatakan bahwa panas dari fan elektrik bisa berkontribusi terhadap beban pendinginan (cooling load) sebesar 13% untuk gedung-gedung Los Angeles pada umumnya. Pada all-air system, udara dingin berfungsi sebagai pendingin sekaligus ventilasi. Pada sistem hidronik, fungsi pendinginan dijalankan oleh fluida sekunder, yakni cairan yang mengalir melalui FCUs, sedangkan fungsi ventilasi dijalankan oleh sistem suplai udara yang terpisah.

Terdapat dua jenis sistem hidronik, yakni konveksi dan radiasi. Pada sistem konveksi, fluida sekunder dialirkan ke dalam penukar kalor / FCUs yang selanjutnya mempertukarkan kalor dengan udara yang dialirkan melalui FCUs. Sedangkan pada sistem radiasi, pertukaran kalor antara koil pendingin dengan udara berlangsung secara radiasi. Pada sistem ini, koil yang memuat fluida sekunder bisa ditanam di langit-langit ataupun di dalam dinding. Penggunaan sistem radiasi di Eropa membuktikan bahwa sistem ini mampu mengatasi beban pendinginan yang tinggi sekaligus menyediakan kenyamanan termal yang baik (Behne, 1999). Feustel dan Stetiu (1995) memperkirakan bahwa sistem hidronik-radiasi mampu menghemat energi hingga 40% dibandingkan dengan sistem CAV. Sistem hidronik juga menghemat ruang cukup signifikan karena kecilnya volume pipa fluida sekunder (cairan) bila dibandingkan dengan saluran udara (duct).


Transportasi Panas Laten (Latent Heat Transportation)


Selain menggunakan fluida fasa tunggal (single-phase fluid), saat ini sudah digunakan pula zat yang berubah fasa (phase-change material - PCM) sebagai fluida sekunder pada sistem refrigerasi tak langsung. Inaba (2000) menekankan bahwa sistem transportasi panas laten bisa menekan ukuran pipa yang dipergunakan untuk mentransportasikan fluida sekunder, mengurangi kehilangan panas (heat loss), meningkatkan kapasitas termal, dan meningkatkan performansi penukar kalor. Sluri es (ice slurry) merupakan PCM yang banyak dipergunakan saat ini. Egolf dan Kauffeld (2005) menjelaskan keuntungan penggunaan sluri es dibandingkan fluida fasa tunggal sebagai berikut: (a) Sluri es memiliki sifat transport yang lebih baik di dalam pipa dan penukar kalor; kapasitas termal sluri es 8 kali lebih tinggi dibandingkan fluida fasa tunggal, (b) Diameter pipa untuk transportasi sluri es lebih kecil hingga 50%, demikian pula kecepatan alir sluri es juga bisa ditekan hingga 50%, (c) Energi pemompaan yang diperlukan untuk mengalirkan sluri es hanya sekitar 1/8 dari energi pemompaan fluida fasa tunggal, dan (d) Koefisien perpindahan panas sluri es di dalam penukar kalor meningkat 50 - 100% dibandingkan dengan fluida fasa tunggal.


Dengan menggunakan CTES (Cold Thermal Energy Storage) beban listrik untuk mesin refrigerasi bisa digeser dari periode puncak (pada saat hampir semua orang menghidupkan mesin AC) ke off peak period (misalnya malam hari). Hal ini dimungkinkan karena produksi sluri es bisa dilakukan pada malam hari untuk kemudian dipergunakan pada siang hari - pada saat diperlukan untuk mengatasi beban pendinginan ruangan. Skema semacam ini sangat menguntungkan untuk diterapkan di berbagai wilayah yang sudah mengenakan tarif listrik berdasarkan periode penggunaan (tarif siang lebih tinggi daripada malam). Saat ini sudah tersedia beberapa teknologi untuk mengontrol ukuran partikel es, misalnya dengan menggunakan sejumlah kecil aditif yang bisa menghentikan pertumbuhan partikel es seperti anti freeze protein (Grandum dkk, 1999), silane coupling agent (Inada dkk, 2000), dan surfaktan (Usui dkk, 2004).


Salah satu problem penggunaan sluri es adalah rendahnya temperatur evaporator di mesin refrigerasi yang diperlukan guna memproduksi sluri es. Hal ini menyebabkan penurunan performansi (COP) mesin refrigerasi. Terlebih lagi bila terjadi fenomena supercooling (terlambat mengkristal) pada sluri es, maka COP mesin refrigerasi bisa lebih rendah. Oleh karena itu Saito (2002) menyarankan para peneliti di bidang ini untuk mencari PCM lain yang memiliki temperatur kristalisasi lebih tinggi dibandingkan dengan es. Indartono dkk (2006), misalnya, telah meneliti sejenis sluri hidrat (hydrate slurry) yang memiliki temperatur kristalisasi sekitar 10oC; dan disimpulkan bahwa sluri ini cocok diaplikasikan dalam sistem refrigerasi tak langsung. Temperatur kristalisasi sluri hidrat yang lebih tinggi dibandingkan dengan sluri es berkonsekuensi pada lebih tingginya COP mesin refrigerasi yang memproduksi sluri hidrat dibandingkan dengan sluri es.


D. Pendinginan Sistem Distrik


Berdasarkan cakupan wilayahnya, sistem pendingin bisa dibagi menjadi tiga bagian: (1) Sistem tunggal, (2) Sistem terpusat, dan (3) Sistem distrik. Skema ketiga jenis sistem pendingin tersebut bisa dilihat di Gambar 4 berikut ini:

Gambar 4 Skema sistem pendingin berdasarkan cakupan wilayahnya: (a) Sistem tunggal, (b) Sistem terpusat, dan (c) Sistem distrik

Pada sistem tunggal, satu mesin refrigerasi bisa melayani kebutuhan pendinginan untuk satu atau beberapa ruang. Kapasitas pendinginan pada sistem ini bervariasi mulai dari 2.7 - 5.5 kW. Perusahaan pembuat mesin pendingin juga menyediakan mesin refrigerasi yang memiliki outlet khusus untuk beberapa ruangan, dengan kapasitas pendinginan total 5 - 10 kW. Untuk sistem split, mesin pendingin ini terdiri dari dua bagian yang terhubung; unit indoor dan outdoor. Kompresor ditempatkan di luar ruangan (outdoor) guna menghindarkan gangguan kebisingan (noise disturbance). Sistem tunggal semacam ini menggunakan sistem DX, dalam artian tidak terdapat fluida sekunder yang menghubungkan mesin refrigerasi dan unit terminal (FCUs misalnya). Sistem ini cocok diterapkan untuk kebutuhan rumah tinggal, perkantoran dan pertokoan skala kecil. Dengan menggunakan 4-way reversing valve, mesin refrigerasi ini bisa mensuplai udara hangat di musim dingin.

Pada refrigerasi sistem terpusat (central system), satu atau beberapa mesin refrigerasi yang terletak di satu lokasi melayani kebutuhan pendinginan untuk satu gedung perkantoran, pertokoan, pusat bisnis, dsb. Daya pendinginan per unit pada sistem ini berkisar antara 5 - 48 HP (Horse Power). Untuk memenuhi kebutuhan pendinginan pada area yang luas, sistem ini lebih hemat energi bila dibandingkan dengan penggunaan sistem tunggal. Sistem refrigerasi terpusat bisa menggunakan sistem DX ataupun refrigerasi tak langsung dengan fluida sekunder. Sistem DX berarti refrigeran langsung mengambil beban kalor dari setiap ruangan dan membuangnya di kondensor mesin refrigerasi. Cara ini melibatkan penggunaan refrigeran yang cukup besar, misalnya 500 kg - 1,000 kg untuk satu supermarket dengan ukuran standard. Sistem ini juga memerlukan tekanan operasi yang cukup tinggi, bisa mencapai 30 bar.

Sistem refrigerasi tak langsung bisa digunakan pada sistem terpusat. Refrigeran hanya bersirkulasi terbatas pada mesin refrigerasi, sedangkan tugas mentransportasikan kalor dari setiap ruangan dilakukan oleh fluida sekunder. Fluida sekunder selanjutnya akan mempertukarkan kalornya dengan refrigeran di evaporator. Dengan demikian, untuk beban pendinginan yang sama, chiller pada sistem refrigerasi tak langsung memerlukan refrigeran dalam jumlah yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan sistem DX. Namun demikian, sistem tak langsung semacam ini berkonsekuensi pada hilangnya sebagian ketersediaan energi (exergy) akibat pertukaran kalor di evaporator. Mesin refrigerasi pada sistem tak langsung juga harus beroperasi pada temperatur yang lebih rendah; hal ini bisa menyebabkan penurunan COP. Oleh karena itu, beberapa perbaikan tambahan perlu dilakukan pada sistem ini untuk menghasilkan performansi akhir yang lebih baik. Pendinginan kondensor refrigerasi terpusat bisa dilakukan dengan udara (air cooled) ataupun air (water cooled). Menara pendingin (cooling tower) umumnya digunakan untuk sistem pendinginan kondensor yang menggunakan air.

Pada sistem distrik, satu pabrik pendingin (cooling plant) melayani kebutuhan pendinginan untuk beberapa gedung, satu komplek besar universitas, hingga satu kota. Tentu saja pendinginan sistem distrik harus menggunakan sistem refrigerasi tak langsung mengingat luasnya cakupan daerah yang harus dilayani. Pabrik pendingin menghasilkan fluida sekunder yang dialirkan ke setiap gedung dan ruang untuk mengambil beban kalor. Keuntungan sistem distrik dibandingkan dengan sistem lainnya (tunggal ataupun terpusat) diantaranya (Chow dkk, 2004): (1) Konsumen mendapatkan tambahan ruang bebas (free space) karena mereka tidak memerlukan ruang mesin pendingin di gedung mereka, (2) Lebih hemat energi dibandingkan dengan pemasangan chiller di setiap gedung, (3) Fleksibel dalam menggunakan kombinasi berbagai jenis teknologi pendinginan, misalnya penggunaan sluri es dan penyimpanannya (thermal storage), serta penggunaan sistem kombinasi bersama pembangkit listrik dan produksi air panas.

Skema distribusi fluida sekunder dari pabrik pendingin ke setiap gedung umumnya terbagi menjadi tiga jenis:
  1. Terhubung langsung. Fluida sekunder dari pabrik pendingin langsung mengalir ke setiap gedung dan setiap ruang di dalam gedung tersebut. Untuk mengatur laju aliran, bisa digunakan pompa penguat (booster pump) atau pengatur tekanan (pressure regulator). Sistem ini sederhana karena tidak memerlukan pengontrolan yang rumit.
  2. Semi terpisah. Fluida sekunder akan terus bersirkulasi di dalam gedung hingga kondisi final yang diharapkan pada fluida tesebut tercapai. Fluida sekunder baru dari pabrik pendingin berfungsi untuk menambah atau menggantikan fluida lama yang sudah mencapai kondisi final. Kontrol temperatur biasanya diterapkan untuk memutuskan saat penambahan atau penggantian fluida sekunder.
  3. Terpisah. Aliran fluida antara pabrik pendingin dan gedung dipisahkan oleh sebuah penukar kalor. Jenis ini mengindikasikan digunakannya fluida tersier di dalam gedung. Dari sisi tekanan alir yang harus disediakan oleh pabrik pendingin, sistem ini menguntungkan karena tidak memerlukan tekanan setinggi pada jenis (1) dan (2). Namun kelemahan utama sistem ini adalah terjadinya kehilangan ketersediaan energi akibat pertukaran kalor di penukar kalor.
Sistem distrik juga merupakan sistem yang paling memungkinkan untuk digunakan dalam sistem kombinasi bersama sistem yang lain, misalnya sistem pembangkit listrik dan penyedia air panas. Lin dkk (2001) meneliti penggunaan Combined Heating Cooling and Power (CHCP) di Beijing. Pada CHCP tersebut, air panas yang dihasilkan dari sistem co-generating (power and heating) disirkulasikan melalui jaringan pipa antara pabrik CHCP dan stasiun-stasiun pemanas. Saat musim panas, energi termal dari air panas tersebut dipergunakan untuk menggerakkan refrigerasi absorbsi dan menghasilkan pendinginan, sedangkan pada musim dingin air panas tersebut akan langsung menghasilkan pemanasan udara; selain itu sistem ini menyediakan suplai air panas untuk rumah tangga sepanjang tahun. Shinjuku District Heating and Cooling System di Jepang memiliki daya pendinginan hingga 200 MW. Sistem ini menggunakan refrigerasi absorbsi yang mendapatkan energi termalnya dari exhaust gas sistem pembangkit listrik dan air panas. Sistem pembangkit listrik tersebut menggunakan gas sebagai sumber energinya. Air dingin yang dihasilkan dari refrigerasi absorbsi dialirkan ke beberapa gedung untuk memenuhi kebutuhan pendinginan. Tokyo Gas sebagai operator Shinjuku District Heating and Cooling System mengklaim bahwa mereka berhasil menghemat 20% energi bila dibandingkan dengan sistem pendingin konvensional/individual (Tokya Gas, 2000).

SISTEM KERJA ALAT PENDINGIN RUANGAN (AC).

. Air Conditioner (AC) merupakan suatu komponen/peralatan yang dipergunakan untuk mengatur suhu, sirkulasi, kelembaban dan kebersihan udara didalam ruangan. Air Conditioner (AC) mempertahankan kondisi udara baik suhu dan kelembabannya agar nyaman dengan cara sebagai berikut :
  • Pada saat suhu ruangan tinggi AC akan mengambil panas dari udara sehingga suhu ruangan turun, dan sebaliknya ketika suhu ruangan rendah AC akan memberikan panas ke udara sehingga suhu udara akan naik.
  • Bersamaan dengan itu kelembaban udara juga dikurangi sehingga kelembaban udara dipertahankan pada tingkat yang nyaman.
Fungsi Sistem AC
Sistem Air Conditioner ( AC ) digunakan untuk membuat temperatur udara di dalam suatu ruangan menjadi nyaman. Apabila suhu pada suatu ruangan terasa panas maka udara panas ini diserap sehingga temperaturnya menurun. Apabila udara dalam ruangan lembab maka kelembaban akan dikurangi sehingga udara dipertahankan pada tingkat yang menyenangkan.
Udara lembab pada kendaraan menyebabkan kondensasi yang dapat menghalangi pandangan. Dengan menghidupkan sistem AC maka kondensasi ini dapat dihilangkan, karena udara yang dikeluarkan dari sistem AC adalah udara kering. Selain itu udaranya bersih karena sudah melewati sistem penyaringan.
Dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sistem AC berfungsi untuk :
1. Mendinginkan udara.
2. Mereduksi tingkat kelembaban udara.
3. Mensirkulasi udara.
4. Membersihkan udara.
Gangguan Pada Siklus Refrigeran
Refrigeran yang dipakai pada unit refrigerasi dan AC berfungsi sebagai media penukar kalor. Efek pendinginan yang diperoleh tergantung dari jumlah isi refrigeran yang ada di dalam sistemnya, setting, dan kondisi saluran yang dilewatinya serta kondisi sekitarnya.
A.Over Charge
Gejala yang dapat ditimbulkan : * Tekanan discharge dan tekanan suction di atas normal.
* Pada saluran suction timbul bunga es.
* Efek pendinginan kurang.
B.Under Charge

Gejala yang dapat ditimbulkan :
*Tekanan discharge dan tekanan suction di bawah normal.
* Kompressor bekerja terus menerus dan arus motor kompressor di bawah normal
* Efek pendinginan kurang.
C.Bocor/Leaking

Gejala yang ditimbulkan hampir sama dengan under charge. Untuk membedakannya perlu dilakukan tes kebocoran dengan menggunakan alat detector kebocoran atau menggunakan cara tradisional yaitu air sabun.
D.Buntu/Kotor (tersumbat)
Saluran yang rawan buntu atau tersumbat oleh endapan lumpur/kerak adalah : katup ekspansi dan filter.
Gejala yang timbul : tekanan suction cenderung vacuum, walaupun refrigeran charge terus ditambah.
E.Under Condensing
Bila tekanan discharge di atas normal, maka dapat disebabkan karena kondensernya kotor atau kurang pendinginan.
Untuk mengatasi ini maka dapat dilakukan sebagai berikut :
* Membersihkan kondenser (cleaning).
* Meningkatkan efek pendinginan kondenser dengan jalan :
- Menaikkan putaran fan kondenser (bila ada).
- Meningkatkan volume air pendingin kondenser (water cooled).
F.Over Condensing
Bila tekanan discharge di bawah normal, maka dapat disebabkan oleh suhu lingkungan mendadak turun atau efek pendinginan kondenser yang terlalu besar, yaitu volume air pendingin terlalu besar (pada water cooled kondenser).
Untuk mengatasinya maka perlu mengatur efek pendinginan kondenser yaitu dengan mengatur kecepatan fan dan mengatur volume air pendingin.
G.Bunga Es di Evaporator (Frost)
Biasanya evaporator telah dilengkapi degan sistem pencairan bunga es (sistem defrost) yang menumpuk di permukaan coil evaporator. Tetapi bila sistem defrostnya gagal bekerja sehingga terjadi penumpukan bunga es di coil evaporator maka akan dapat menghambat penyerapan panas oleh evaporator. Akibatnya proses evaporasi tidak berjalan dengan maksimal,sehingga masih ada liquid refrigeran yang keluar dari evaporator.

Prinsip Kerja Sistem AC
. Pada keluaran kompressor refrigeran bersuhu dan bertekanan rendah mengandung panas yang diserap dari evaporator dan panas yang dihasilkan oleh kompressor pada langkah tekan. Gas refrigeran ini mengalir ke kondenser. Didalam kondenser di embunkan menjadi ciran refrigeran bertekanan tinggi. Cairan refrigeran ini mengalir ke filter. Di filter cairan disaring dan disimpan sampai evaporator membutuhkan refrigeran untuk di uapkan. Pipa kapiler merubah cairan refrigeran menjadi bersuhu dan bertekanan rendah dengan bentuk kabut. Refrigeran bersuhu rendah dan berbentuk kabut tersebut mengalir kedalam evaporator. Di evaporator refrigeran menguap dan mengambil panas dari udara hangat yang ilewatkan di evaporator. Seluruh cairan berubah menjadi gas refrigeran didalam evaporator dan gas yang mempunyai panas tersebut mengalir kedalam kompressor. Selanjutnya proses tersebut berulang kembali, berikut gambaran dari prinsip kerja sistem AC.
Dari prinsip kerja diatas kita telah mengerti bagaimana prinsip kerja sistem AC. Selain itu kita juga dapat menjelaskan tentang prinsip kerja sistem AC secara sederhana atau tidak seperti penjelasan yang telah dijelaskan tadi.
Prinsip kerjanya seperti berikut : Apabila tangan kita dibasahi dengan alkohol maka tangan kita akan terasa dingin. Hal ini disebabkan adanya penguapan pada alkohol. Saat alkohol menguap, sebagian panas dari tangan kita diserap oleh alkohol untuk mempercepat proses penguapan, oleh karena itu tangan kita akan terasa dingin.
Kita dapat membuat suatu benda yang menjadi lebih dingin dengan menggunakan gejala alam ini yaitu ketika cairan menguap menyerap panas. Suatu bejana yang memakai kran dimasukkan ke dalam kotak terisolasi. Cairan yang mudah menguap pada temperatur atmosfir dimasukkan ke dalam bejana. Apabila kran dibuka, cairan yang berada di dalam menyerap panas dari udara di dalam kotak, cairan berubah menjadi gas dan bergerak ke luar. Dalam kondisi seperti ini temperatur udara di dalam kotak lebih dingin dari pada sebelum kran dibuka.
Dengan cara inilah kita dapat mendinginkan suatu benda. Tetapi pada contoh diatas hanya berlaku sesaat selama cairan yang akan menguap masih tersedia. Bila cairan sudah habis maka proses pendingin berakhir. Untuk itu diperlukan efek pendingin yang menggunakan metode dimana gas dikembalikan menjadi cairan dan selanjutnya kembali menguap menjadi gas.
Cara Kerja Sistem AC
Mula – mula gas refrigeran dihisap oleh kompressor dan ditekan keluar dengan tekanan mencapai ± 15 kg/cm2 dan suhu ± 70 derajat celcius. Gas bertekanan dan suhu tinggi ini dialirkan ke kondensor. Dalam kondensor gas refrigeran mendapat hembusan udara dari kipas pendingin sehingga panas latent yang terkandung didalamnya terbuang, akibatnya gas refrigeran berubah dari gas ke cair. Suhu refrigeran menurun sekitar 50 derajat celcius. Refrigeran dalam bentuk cair ini selanjutnya mengalir menuju filter.
Pada filter refrigeran disaring, refrigeran yang sudah disaring selanjutnya akan disemprotkan oleh katup ekspansi sehingga menjadi kabut refrigeran dan dialirkan ke evaporator. Saat berada pada evaporator, refrigeran menyerap panas disekitarnya sehingga proses penguapan gas terjadi lebih cepat. Karena panas pada saluran evaporator diserap oleh refrigeran, maka suhu saluran tersebut menurun. Dengan menghembuskan udara didepan evaporator, maka udara yang bergerak melewati evaporator tersebut suhunya akan turun ( udara menjadi sejuk ). Selanjutnya gas refrigeran kembali dihisap oleh kompressor. Pada katup ekspansi terdapat pipa kapiler yang dihubungkan dengan sebuah tabung peraba panas ( penyensor panas ). Pada pipa kapiler ini terdapat gas yang akan mengatur kerja katup ekspansi sesuai kondisi suhu pada evaporator.
Procedure-procedure Maintenance Dalam Sistem AC
1. Procedure Pump Down
Pump Down adalah suatu proses penampungan gas refrigeran yang ada pada outdoor unit, indoor unit dan pipa-pipa penghubung serta gas yang ada pada sistem lainnya untuk disimpan didalam kompressor yang terdapat pada outdoor unit.
  • Adapun langkah kerja dari procedure pump down sebagai berikut :
a. Kompressor harus dalam keadaan running.
b. Pasang manifold gauge tekanan rendah (warna biru) pada service valve, lalu perhatikan tekanan gas yang ada.
c. Tutup valve pada discharge line (pipa kecil) dengan diputar searah jarum jam sampai rapat dengan menggunakan kunci L, dengan demikian maka jarum pada manifold gauge akan bergerak turun ke angka nol.
d. Seiring dengan bergeraknya jarum manifold gauge, valve pada section line (pipa besar) ditutup pelan-pelan (diputar searah jarum jam), setelah jarum jam manifold gauge menunjukan angka nol, valve section line harus tertutup rapat agar jarum tidak terus bergerak ke arah vacum, sebab akan mengakibatkan udara akan masuk tertampung pada outdoor unit. Hal ini akan mengganggu kelancaran sirkulasi refrigeran (mengurangi kapasitas pendinginan).
e. Apabila valve section line sudah tertutup rapat, AC unit harus dimatikan secepat mungkin untuk mencegah kerusakan pada kompressor.
f. Lepas sumber listrik yang terhubung ke unit indoor maupun outdoor, kemudian sambungan pipa-pipa dapat dilepaskan.
2. Procedure Pemasangan Kembali dan Purging
Pemasangan indoor unit harus berhati-hati terutama terminationnya, karena akan fatal dan AC tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya. Penyambungan pipa-pipa penghubung harus hati-hati agar tidak terjadi kebocoran sehingga gas tidak terbuang.
  • Purging adalah mengosongkan udara yang ada pada pipa penghubung dan evaporator yang sering dilakukan dengan 2 cara :
§ Purging dengan vacuum pamp.
Dengan cara ini sangat baik karena dapat dipastikan bahwa udara yang ada dalam sistem benar-benar habis.
§ Proses purging, langkah kerja :
a. Pasang selang manifold gauge pada service valve, kemudian buka valve pada manifold gauge.
b. Selanjutya buka valve pada discharge line agar gas refrigeran masuk pada pipa penghubung untuk mendorong udara, baik yang di kedua pipa penghubung dan juga pada pipa evaporator, lalu di keluarkan lewat selang manifold warna kuning.
c. Bila diperkirakan udara sudah habis terbuang keluar, valve manifold segera ditutup dan selanjutnya valve discharge line dan section line dibuka sampai full (putaran berlawanan dengan arah jarum jam).

d. Setelah proses diatas sudah dilakukan. Air conditioner unit sudah siap untuk diaktifkan, lalu dimonitor tekanan pada refrigeran dengan manifold gauge (tekanan rendah) dan arus running selama 10 menit.
NB : – tekanan refrigeran pada section line adalah 60-70 Psi.
- untuk arus runningnya disesuaikan dengan nama plate yang ada pada AC.
3. Procedure Leak Testing
Periksa adanya kebocoran gas pada setiap sambungan-sambungan pipa. Pertama-tama periksa tekanan pada gauge manifold, bila tekanannya turun, berarti terjadi kebocoran yang cukup serius. Kebocoran gas dapat dideteksi dengan adanya suara yang ditimbulkan oleh keluarnya gas. Kebocoran yang kecil dapat dideteksi dengan menggunakan busa sabun dan amati keluarnya gelembung-gelembung pada tempat yang mengalami kebocoran. Bila perlu campur air sabun tersebut dengan gliserin untuk meningkatkan aksi gelembungnya. Lakukan pelacakan kebocoran ini dengan seksama secara menyeluruh baik menggunakan alat ataupun indera kita (mata dan telinga).